Semenjak
menginjak usia baligh, manusia selalu diintai oleh dosa dan kesalahan. Entah dosa
kecil atau besar, setiap manusia pasti pernah melakukannya. Lantas apa yang
mesti dilakukan?
Lupa
dan salah termasuk tabiat yang melekat pada manusia, meski bukan berarti
melegalkan atau membenarkannya. Seorang muslim yang hakiki selalu berusaha taat
pada Rabbnya sekuat tenaganya. Ia melaksankan perintah Allah Subhanahu wata’ala
yang artinya
“
Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Qs. Al Ankabut : 69)
Sayangnya,
dia bukanlah pribadi yang ma’shum yang terbebas dari dosa. Satu dua langkah
kakinya dalam perjalanan menuju Allah subhanahu Wata’ala terkadang terpeleset,
dan terperangkap dalam dosa. Bahkan bukan sesuatu yang mustahil ada banyak
langkahnya yang terperosok dalam kubangan maksiat.
Apabila
ia terjebak pada maksiat, dunia pun terasa sempit jadinya. Saat itu ia merasa
bahwa dosa-dosa laksana gunung yang tegak diatasnya dan siap menimpa dirinya. Perasaan
yang demikian terus saja akan mencengkeram hati seseorang bila ia tidak ingat
dengan luasnya rahmat Rabnya.
Sempurnanya
kasih sayang Allah, Dia menjadikan bagi manusia jalan keluar dari dosa-dosa
yang dilakukan. Bisa jadi dengan pengampunan dosa, dihilangkan hukumannya, atau
Allah menggantikan keburukan yang dilakukannya dengan kebaikan. Luar biasa
luasnya rahmat-Nya.
Manusia
berbuat dosa di siang dan malam hari. Anak Adam menzalimi dirinya, meninggalkan
ketaatan, bergelimang dalam larangan. Meski demikian, Allah Subhanahu Wata’ala
masih membuka pintu maafNya. Dia menerima permohonan ampunan hamba-hamba-Nya
yang berbuat salah di sepanjang waktu.
“Sesungguhnya
Allah membentangkan TanganNya di malam hari menerima taubat orang yang berbuat dosa
di siang hari. Allah Subhanahu Wata’ala membentangkan TanganNya di siang hari
menerima taubat orang yang berbuat dosa di malam hari, hingga matahari terbit
dari barat.” (Riwayat Muslim)
Sedangkan
bagi setiap pribadi, pintu itu akan terbuka hingga nyawa sampai di tenggorokan.
Bila
pintu taubat masih terbuka, maka sepantasnya setiap manusia bersegera menuju ke
arahnya. Sebelum pintu tersebut tertutup selamanya dan tak terbuka lagi. Karena
manusia tak ada yang tahu kapan ruhnya akan dijemput oleh malaikat maut.
Ada
berbagai jalan dan sebab yang Allah berikan sebagai solusi agar maksiat yang
dilakukan hamba bisa terhapuskan. Alangkah celakanya seseorang pendosa yang
enggan menuju pada sebab-sebab terhapusnya dosa-dosa. Diantara sebab-sebab
tersebut adalah bersegera bertobat pada Allah Ta’ala.
“Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali
orang yang bertobat, beriman dan beramal shalih maka mereka itu akan masuk surge
dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.” (Qs. Maryam : 59-60).
Ingat,
tobat yang bisa menggugurkan hukuman adalah tobat yang nasuha. Bukan tobat
sambal atau yang sebatas di lisan belaka. Tobat ikhlas tumbuh dari dalam hati,
tidak sebatas ucapan dengan lisan. Itulah tobat yang diiringi dengan sikap penyesalan
terhadap maksiat yang dilakukan, tekad kuat untuk tidak kembali melakukannya
serta mengikutinya dengan beramal shalih. Tidak ada perselisihan di kalangan para ulama bahwa tobat merupakan
sebab penghapus dosa. Istighfar, juga merupakan sebab lain yang bisa menggugurkan
kesalahan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
“Dan
Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara
mereka. Dan tidaklah pula Allah akan mengazab mereka sedangkan mereka meminta
ampun.” (Qs. Al Anfal : 33).
Secara
realitanya, istighfar bisa masuk pada makna tobat yang telah yang disebutkan di
atas. Karena istighfar adalah permohonan agar dosa yang telah dilakukan seorang
hamba diampuni. Jadi istighfar merupakan merupakan wujud dari penyesalan
seseorang atas kesalahan yang telah dilakukannya di masa lalu. Memperbanyak istighfar
layak dilakukan oleh setiap kita. Bagaimana tidak, Rasulullah saja setiap hari
mengucapkannya dalam satu majelis tak kurang dari seratus kali.
“Wahai
manusia bertaubatlah kepada Allah dan minta ampunlah padaNya, karena sungguh
aku bertaubat pada Allah dalam sehari seratus kali.” (Riwayat Muslim)
Padahal
beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang berlalu dan yang akan datang. Sedangkan
selainnya adalah pribadi yang banyak kesalahan dan belum mendapatkan jaminan
ampunan. Melakukan berbagai amalan kebaikan juga merupakan sebab diampuninya
dosa-dosa dan kesalahan seorang hamba.
“Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk.” (Qs. Huud : 14).
Apabila
tobat dan istighfar merupakan kebiasaan dari kita, maka bersiap-siaplah
menyambut datangnya kesuksesan yang hakiki.
“Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.” (Qs. An-Nuur : 31).
"Hidup di dunia ini hanya sebuah persinggahan agar kita mempersiapkan bekal menuju kehidupan yang lebih kekal yaitu akhirat. Intinya, sentuh dulu hatinya dan minta kepada Allah untuk melunakkan hatinya. karena Allah lah Yang Maha membolak-balikkan hati hambya-Nya"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar