BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ilmu
yang mempelajari tentang pembuatan preparat dan sediaan mikroskopis pada
umumnya disebut sebagai mikroteknik. Teknik-teknik pada pembelajaran mengacu
pada cara pembuatan prepat itu sendiri. Pengamatan dan penelaahan tersebut
umumnya menggunakan bantuan mikroskop karena pada objek yang akan diamati
berupa organ tumbuhan yaitu akar, batang, dan daun pada tumbuhan monokotil dan
dikotil.
Angiospermae
atau tumbuhan biji tertutup memiliki ciri-ciri yaitu bakal biji selalu
diselubungi bakal buah, memiliki organ bunga yang sesungguhnya, terdiri dari
tumbuhan berkayu atau batang basah, sistem perakaran tunggang atau serabut,
batang bercabang atau tidak, serta kebanyakan berdaun lebar, tunggal atau
majemuk dengan komposisi yang beranekaragam, demikian juga dengan
pertulangannya. Angiospermae memiliki dua subdivisio yaitu dicotyledoneae dan
monocotyledoneae, mencakup sekitar 300 familia atau lebih dari 250.000 spesies.
Di antara familia tersebut yang ditemukan di berbagai lokasi adalah rumputrumputan
dengan jumlah 7500 spesies (Dewi, dkk, 2013).
Tumbuhan dicotyledoneae adalah
tumbuhan yang tergolong dalam kelas ini meliputi terna, semak-semak, perdu
maupun pohon-pohon. Akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok (akar
tunggang) yang bercabang-cabang membentuk sistem perakaran tunggang. Tumbuhan
monoctyledoneae adalah tumbuh-tumbuhan yang tergolong dalam kelas ini
kebanyakan berupa pohon-pohon, batangnya berkayu, dan bunga berkelamin tunggal
(Tjitrosoepomo, 2013). Hal ini
yang melatarbelakangi dilakukan percobaan ini.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan
dari dilakukannya percobaan ini, yaitu:
1. Mengetahui
perbedaan anatomi akar tumbuhan dikotil berdasarkan preparat melintang yang
diamati.
2. Mengetahui
perbedaan anatomi batang tumbuhan dikotil berdasarkan preparat melintang yang
diamati.
3. Mengetahui
perbedaan anatomi daun tumbuhan dikotil berdasarkan preparat melintang yang
diamati.
I.3
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan untuk
pembuatan preparat melintang akar dilaksanakan pada hari Jum’at, 17 Maret 2017.
Percobaan untuk pembuatan preparat melintang batang dilaksanakan pada hari
Jum’at. 31 Maret 2017. Percobaan untuk pembuatan preparat melintang daun
dilaksanakan pada hari Jum’at, 7 April 2017, pukul 14.00-17.30 WITA. Bertempat
di Laboratorium Botani, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Angiospermae
atau tumbuhan biji tertutup memiliki ciri-ciri yaitu bakal biji selalu
diselubungi bakal buah, memiliki organ bunga yang sesungguhnya, terdiri dari
tumbuhan berkayu atau batang basah, sistem perakaran tunggang atau serabut,
batang bercabang atau tidak, serta kebanyakan berdaun lebar, tunggal atau
majemuk dengan komposisi yang beranekaragam, demikian juga dengan
pertulangannya. Angiospermae memiliki dua subdivisio yaitu dicotyledoneae dan
monocotyledoneae, mencakup sekitar 300 familia atau lebih dari 250.000 spesies.
Di antara familia tersebut yang ditemukan di berbagai lokasi adalah rumput- rumputan dengan jumlah 7500
spesies (Dewi, dkk, 2013).
Akar merupakan
bagian organ tumbuhan yang terdapat di dalam tanah. Akar tumbuh dan berkembang
di bawah permukaan tanah. Bentuk dan ukuran sangat bervariasi, disesuaikan
dengan fungsinya masing-masing. Berdasarkan asalnya, akar dibedakan menjadi 2
tipe, yaitu akar primer dan akar adventif. Akar primer adalah adalah akar yang
berasal dari calon akar (radikula) pada embrio. Akar primer akan membentuk akar
tunggang yang mampu mengadakan pertumbuhan sekunder dengan percabangannya,
sedang akar adventif tidak mengadakan pertumbuhan sekunder (Ningsih, 2015).
Jaringan
penyusun akar adalah epidermis merupakan lapisan terluar, korteks dan silinder
pusat. Jaringan penyusun akar tumbuhan yang mengadakan pertumbuhan sekunder
berbeda dengan akar yang tidak mengadakan pertumbuhan sekunder. Akar yang
mengadakan pertumbuhan sekunder karena aktifitas kambium, menyebabkan
terbentuknya jaringan-jaringan sekunder sehingga terjadi perubahan struktur di
bagian stele (Ningsih, 2015).
Epidermis
merupakan lapisan terluar akar, sel-selnya tersusun rapat tanpa ruang antar
sel. Pada kebanyakn akar, epidermis berbanding tipis. Rambut-rambut akar
berkembang dan sel-sel epidermis yang khusus, dan sel tersebut mempunyai ukuran
yang berbeda dengan sel epidermis, dinamakan trikoblas. Trikblas sendiri
berasal dari pembelahan protoderm. Epidermis akar yang berfungsi untuk
penyerapan serta bulu-bulu akar mempunyai kutikula yang tipis (Ningsih, 2015).
Dinding
sel epidermis beragam bentuk pada tumbuhan yang berbeda dan ditemmukan dibagian
yang berlainan pada tumbuhan yang sama. Pada biji, sisik, dan beberapa macam
daun seperti daun Coniferae, dinding
sel epidermis amat tebal serta berlignin. Sebagian besar eipidermis terdiri
dari sel yang boleh dikatakan tak terspesialisasi. Sel epidermis memiliki
protoplas hidup dan dapat menyimpan berbagi hasil metabolisme. Sel mengandung
plastid yang memiliki grana sedikit saja sehingga tidak membentuk klorofil.
Dalam plastid ditemukan pati dan protein, sedangkan dalam vakuola ditemukan
asntosianin (Pranita, 2010).
Gambar 1.
Jaringan epidermis akar
Sumber : modul
botani farmasi, 20115
Bagian akar yang
berbatasan dengan batang disebut leher akar. Struktur anatomi leher akar rumit
untuk setap jenis tumbuhan berbeda-beda. Epidermis, korteks, endodermis,
pesikel, dan jatingan pengangkut sekunder merupakan jaringan yang berhubungan
langsung dengan jaringan yang sama pada batang. Namun jaringan pengangkut
primer akan mengalami perubahan di leher akar. Perubahannya adalah pada xilem
mengalami perputaran, pergeseran berkasnya, baik secara perlahan-lahan maupun
secara mendadak. Leher akar mempunyai diameter yang lebih besar dari pada akar
atau batang akibat adanya pembelahan, perputaran, dan penggabungan xilem dan
floem (Ningsih, 2015).
Gambar 2. Tiga macam tipe perubahan struktur berkas pengangkut dan
akar ke batang
Sumber : Modul
botani farmasi, 2015
Ada tiga tipe perubahan
struktur dan akar ke batang (Ningsih, 2015), yaitu:
1.
Tipe I, berkas xilem berputar dan
bergabung tanpa perputaran.
2.
Tipe 2. Berkas xilem berputar, berkas
floem terbelah dan bergeser untuk bergabung lagi di sisi lain.
3.
Tipe 3. Berkas xilem terbelah, kemudian
berputar dan belahan itu bergabung dengan belahan dan berkas lain, membentuk
berkas baru, berkas floem tidak mengalami perubahan.
Pada kebanyakan
akar korteks terdiri atas sel-sel korteks yang mengalami diferensiasi
bertambah, sebelum terjadi vakuolisasi dalam sel tersebut. Pada beberapa akar
beberapa tumbuhan air, sel-sel korteks tersusun teratur. Sel-sel korteks sering
mengandung tepung, kadang-kadang Kristal. Dibawah epidermis sering terdapat
selapis atau dua lapis sel berdinding tebal disebut hipodermis atau eksodermis.
Lapisan terdalam dari korteks akar terdiferensiasi menjadi endodermis. Pada sel
endodermis yang muda dijumpai adanya penebalan dinding suberin yang berbentuk
pita, mengelilingi dinding sel, disebut pita capsary (Ningsih, 2015).
Gambar 3. Irisan
melintang akar muda
Sumber : Modul
botani farmasi, 2015
Stele,
bagian ini dipisahkan dari korteks oleh endodermis. Lapisan terluar yang
berbatasan dengan korteks adalah perisikel. Perisikel berfungsi untuk
menghasilkan primordial akar lateral, dan sebagian dan kambium pembuluh (yang
menghasilkan floem dan xilem sekunder). Sel-sel perisikel seperti halnya
meristem apikal, bersifat diploid. Perisikel kadang-kadang terdiri lebih dari
satu lapis sel, berdinding tebal. Xilem pada akar tedapat dibagian luar atau
mengumpul di bagian tengah, membentuk bangunan seperti bintang pada irisan
melintang, jika xilem terdapat di bagian luar maka bagian tengah terdapat
empulur (Ningsih, 2015).
Pada
pertumbuhan primer struktur akar dikotil mempunyai persamaan dengan akar
monokotil. Tumbuhan dikotil yang berbentuk perdu tidak mengalami pertumbuhan
menebal sekunder. Pertumbuhan sekunder pada akar disebabkan oleh aktifitas
kambium pembuluh (vaskuler). Kambium pembuluh berasal dari sel-sel parenkim
yang berada disebelah dalam berkas floem. Kambium terbentuk, sel-sel perisikel
juga mengalami pembelahan. Kedua kelompok sel ini kemudian membentuk kambium
yang lengkap. Perisikel juga berperan dalam pembentukan jaringan gabus setalah
kambium gabus primer selesai membentang (Ningsih, 2015).
Gambar 4.
Struktur anatomi akar dikotil
Sumber : Modul
botani farmasi, 2015
Pada waktu
perkecambahan, radikula terus tumbuh menjadi akar primer, dan akar primer ini
terus tumbuh dan bercabang-cabang. Fungsi utamanya adalah untuk menyimpan
makanan. Sistem akar ini terdapat pada tumbuhan biji belah (Dicotyledoneae) dan
tumbuhan biji telanjang (Gymnospermae). Sistem akar tunggang hanya ditemukan
pada tanaman yang berkembang biak secara generatif (melalui biji) (Ningsih,
2015).
Selama
perkembangannya, ukuran sel-sel korteks yang mengalami diferensiasi bertambah,
sebelum terjadi vakuolisasi dalam sel tersebut. Pada beberapa akar tumbuhan
air, sel-sel korteks tersusun teratur. Sel-sel korteks sering mengandung
tepung, kadang-kadang kristal (Ningsih, 2015).
Gambar 5. Akar
dikotil
Sumber
: Modul botani dan farmasi, 2015
Pada
batang dikotil muda terdapat tiga daerah yaitu epidermis, korteks, dan stele.
Epidermis terdiri dari selapis sel dan merupakan bagian terluar batang. Pada
epidermis terdapat stomata dan beragam tipe trikoma. Dinding luar menebal dan
mengalami kutinisasi. Sel-sel epidermis rapat dan tidak memiliki ruang antara
sel. Epidermis berperan dalam mencegah transpirasi dan melindungi jaringan dari
kerusakan mekanis dan penyakit (Nurlailah, 2010).
Daerah di sebelah dalam epidermis adalah korteks, dan
pada bagian dalam korteks dibatsi oleh perisikel. Korteks dibagi menjadi dua
daerah yaitu daerah kolenkim dan daerah parenkim. Kolenkim menempati posisi di
bawah epidermis, dan parenkim di sebalah dalam kolenkim. Stele terdiri atas perisikel,
berkas vaskuler dan empulur. Berkas vaskuler tersusun melingkar. Masing-masing
berkas terdiri atas xilem, kambium, dan floem. Pada bagian tengah batang
dikotil tersusun atas jaringan parenkim yang memiliki ruang antar sel dan
disebut empulur (Nurlailah, 2010).
Gambar 6. Batang
dikotil
Sumber
: bahan ajar biologi, 2010
Daun
dikotil ditutupi kedua permukaannya masing-masing oleh selapis epidermis.
Dinding luar epidermis biasanya tebal dan dilapisi substansi berlilin yang
disebut kutin. Permukaan luar epidermis seringkali dilapisi kutikula yang
menyebabkan air tidak dapat melewati epidermis dan transpirasi bisa berkurang,
hanya sejumlah kecil air yang menguap melalui transpirasi. Epidermis juga
mencegah masuknya patogen ke bagian dalam daun. Fungsi lain dari epidermis
adalah melindungi jaringan internal yang lunak dari kerusakan mekanis. Pada
daun tertentu pada daun xerofit, sel-sel epidermal memanjang secara radial dan
mengalami lignifikasi (Amprasto, 1996).
Pada
lapisan epidermal terdapat stomata. Stomata paling banyak ditemukan pada
permukaan bawah daun dorsiventral. Stomata sedikit atau jarang pada permukaan
atas dan bahkan tidak ada sama sekali. Pada daun yang terapung, stomata
terdapat pada permukaan atas. Pada daun yang tenggelam, tidak ada stomata
(Amprasto, 1996).
Stomata
dikelilingi dua sel penutup. Sel-sel penutup merupaka sel hidup dan mengandung
kloroplas. Sel penutup ini yang mengatur membuka menutupnya stoma. Letak
stomata tersebar pada permukaan daun (Amprasto, 1996).
Gambar 7. Daun
dikotil
Sumber
: bahan ajar 1996
Tanaman
gandarusa berupa perdu yang tumbuh tegak dengan tinggi 0,8-2 meter. Batangnya
berbentuk segi empat tumpul atau cukup bulat, berkayu, bercabang, beruas,
berwarna coklat kehitaman, dan mengkilap. Daunnya berwarna hijau tua terletak
saling berhadapan, berupa daun tunggal yang berbentuk lanset dengan panjang
5-20 cm, dan lebar 1-3,5 cm. Tepi daun agak menggulung keluar dengan ujung daun
meruncing. Bunganya majemuk tersusun dalam rangkaian berupa malai atau bulir
yang menguncup, berambut, menyebar, dan keluar pada dari ketiak daun atau ujung
percabangan (Pernawati, 2008).
Mahkota
bunga berbentuk tabung, berbibir dua, dan berwarna putih. Buahnya berbentuk
bulat panjang, berbiji empat, dan licin. Perbanyakan tanaman dilakukan dengan
stek batang (Pernawati, 2008).
Tanaman
ini mempunyai beberapa nama ilmiah yaitu besi-besi (Aceh), gandarusa, tetean,
trus (Jawa), handarusa (Sunda), ghandharusa (Madura), gandarisa (Bima), dan
puli (Ternate). Di negara lain disebut sebagai gandarusa, termenggong melela,
urat sugi (Malaysia), bog u (China), kapanitolut (Filipina), chiang phraa mon
(Thailand) (Pernawati, 2008).
Klasifikasi
Regnum :
Plantae
Divisio :
Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis :
Dicotyledoneae
Ordo :
Euphorbiales
Familia :
Euphorbiaceae
Genus :
Justicia
Species :
Justicia gendarussa Burm.
Sumber
: Tjitrosoepomo, G, taksonomi
tumbuhan. 2013
` Tanaman ini tersebar di daerah tropis
misalnya di Pakistan, India, Sri Langka, Indo-China, Thailand, Malaysia,
Indonesia, dan Filipina. Di Indonesia dapat ditemukan di Jawa, Ambon, dan
Ternate yang tumbuh baik pada ketinggian 1-500 m dari permukaan laut. Tanaman gandarusa berupa berupa semak yang
ditanam sebagai pagar hidup atau tumbuh liar di hutan, tanggul sungai atau dipelihara
sebagai tanaman obat (Pernawati, 2008).
Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan akar baik
yang segar atau yang telah dikeringkan. Daunnya berkhasiat untuk mengatasi
rematik sendi, nyeri pinggang (encok), memar, keseleo, gangguan haid, demam,
peluruh dahak, peluruh keringat, pencahar, nyeri lambung, batuk, dan asma.
Akarnya dimanfaatkan untuk mengurangi rasa sakit, peluruh air seni, peluruh air
keringat, pencahar, penyakit kuning, radang sendi, demam, dan diare (Pernawati,
2008).
Gambar 8. Tanaman
Gandarusa
Sumber :
Google.com
Tanaman
gandarusa mengandung senyawa alkaloid, alkaloid merupakan golongan steroid yang
merupakan hormon seks yang berfungsi mengatur fungsi-fungsi organ reproduksi.
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpen dan sterol. Ikatan sterol dalam
senyawa saponin merupakan ikatan steroid yang terdapat dalam hormon steroid,
termasuk dalam kelompok steroid yang mempunyai sifat penghambat spermatogenesis
(Rusmiatik, 2013).
Golongan steroid merupakan precursor
hormon estrogen yang salah satu kerjanya pada otot polos uterus, yaitu
merangsang kontraksi uterus. Estrogen dapat menurunkan sekresi FSH pada keadaan
tertentu akan menghambat LH (reaksi umpan balik) sehingga dapat mempengaruhi
populasi (Rusmiati, 2013).
Flavonoid
merupakan substansi poliphenolik yang terdapat dalam sebagian besar tanaman.
Kombinasi multiple grup hidroksil, gula, oksigen, dan grup metal membentuk
beberapa kelas dari flavonoid yaitu flavonols, flavones, dan flavan. Isoflavon
merupakan flavonoid yang bertindak sebagai fitoestrogen yang banyak berguna
bagi kesehatan. Flavonoida dan isoflavonoida adalah salah satu golongan senyawa
metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan (Rusmiatik, 2013).
Senyawa isoflavon terdistribusi secara luas pada
bagian-bagian tanaman, baik pada akar, batang, daun, maupun buah, sehingga senyawa ini secara tidak disadari juga
terdapat dalam menu makanan sehari-hari. Bahkan, karena sedemikian luas
distribusinya dalam tanaman maka dikatakan bahwa hampir tidak normal apabila
suatu menu makanan tanpa mengandung senyawa flavonoid. Hal tersebut menunjukkan
bahwa senyawa flavon tidak membahayakan bagi tubuh dan bahkan sebaliknya dapat
memberikan manfaat pada kesehatan (Rusmiatik, 2013).
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang
digunakan dalam percobaan ini yaitu, pinset, toples, silet, jarum besi, objek
gelas, kaca preparat, mikroskop, pensil, dan handphone.
III.2 Bahan
Bahan yang
digunakan dalam percobaan ini yaitu, akar, batang, dan daun gandarusa Justicia gendarussa Burm., empulur ubi
kayu Mannihot utilissima, aquades,
kuteks bening, gliserin, selotip bening, dan label.
III.3
Cara Kerja
Cara kerja dari
percobaan ini yaitu:
1. Alat
dan bahan disiapkan.
2. Akar,
batang tumbuhan Gandarusa Justicia
gendarussa melintang dan daun gandarusa diiris melintang dan membujur tumbuhan
dengan silet setipis mungkin dengan bantuan empulur dari batang ubi kayu.
3. Hasil
irisan pada objeck glass, diteteskan air secukupnya, lalu ditutup dengan deck
glass.
4. Diamati
preparat di bawah mikroskop dengan mengatur cahaya, titik fokus, dan perbesaran
sehingga mendapatkan gambaran anatomis dari organ tumbuhan.
5. Kuteks
bening dioleskan di sekitar deck glass untuk mencegah adanya kontak dari luar
dan agar preparat awet dan melekat.
6. Pada
preparat diberikan label dan disimpan ditempat yang baik dan aman.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1
Akar Dikotil
Keterangan
:
1. Empulur
2. Endodermis
3. Floem
4. Xilem
5. Lapisan
berambut
IV.1.2 Batang Dikotil
|
|||||
|
|||||
|
|||||
|
|||||
Keterangan
:
1.
Floem
2.
Xilem
3.
Epidermis
4.
Empulur (korteks)
|
IV.1.3
Daun Dikotil melintang
Keterangan :
1.
Epidermis atas
2.
Epidermis bawah
3.
Xilem
4.
Floem
5.
Stoma
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Akar Dikotil
Pada pengamatan
akar yang telah dilakukan terlihat bahwa akar gandarusa Justicia gendarrussa atau akar
dikotil memiliki dua fase pertumbuhan. Pada pertumbuhan sekunder akar dikotil
memiliki kambium vaskular dan kambium gabus, yang berasal dari
sel-sel perisikel dan jaringan penghubung, dan akar dikotil memiliki
empulur yang sangat kecil.
IV.2.2
Batang dikotil
Pada pengamatan
preparat melintang batang, maka dapat dilihat bahwa batang dikotil terdiri atas
epidermis, korteks, empulur, berkas pembuluh, xilem primer dan sekunder, floem
primer dan sekunder dan kambium. Selanjutnya berkas pengangkutan (xilem
dan floem) letaknya tersusun dalam lingkaran.
IV.2.3
Daun dikotil
Pada
pengamatan preparat melintang daun dapat dilihat bahwa sistem jaringan dasar
pada tumbuhan dikotil dapat dibedakan atas jaringan pagar dan bunga karang,
Selain itu, pada tumbuhan dikotil, mesofilnya tersusun rapat, rapi tanpa adanya
sel buliformis, dan susunan mesofil lebih teratur.
BAB
V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan maka diperoleh :
1.
Pada akar dikotil, terbentuk kambium,
serta korteks dan stele terdapat sekat pemisah.
2.
Pada batang dikotil berkas pembuluh
tersusun secara teratur, diantara xylem dan floemnya terdapat kambium dan
terdapat pemisah anatara korteks dan stele berupa endodermis.
3.
Pada daun dikotil, sel epidermisnya
memiliki variasi berupa litosit yang sistolit. Adapun tipe stomatanya diasit.
V.2 Saran
Sebaiknya
sebelum membuat preparat terlebih dahulu dijelaskan secara detail perbedaan
tumbuhan monokotil dan dikotil secara anatomi, agar praktikan dapat mendapatkan
preparat yang jelas dan benar.
DAFTAR
PUSTAKA
Amprasto,
1996, Bahan Kuliah FMIPA, Jurusan
Biologi, UIN, Alauddin.
Dewi,
R.C., Taib, N.E., 2013, Angiospermae Species Diversity In
Biological Garden Seungko, Jurnal Bioma,
Vol.2 (1).
Ningsih, Yulia Indah, 2015, Anatomi dan Morfologi Akar, Universitas Jember, Jember.
Nurlailah,
2010, Bahan Ajar Biologi, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Permawati,
Munif, 2008, Karakterisasi ekstraksi,
FMIPA, Universitas Indonesia, Jakarta.
Pranita,
R, Fitri, R.Y., Tri, A, Juwilda, dan Zeba, F.E., 2010. Epidermis Pada Tumbuhan, Univeristas Sriwijaya, Jawa.
Rusmiatik,
2013, Pemberian Ekstrak Daun Gandarusa (Justicia
gendarussa Burm.) Menghambat
Proses Penuaan Ovarium pada Marmut, Tesis.
Tjitrosoepomo,
Gembong, 2013, Taksonomi Tumbuhan
Spermatophyta, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
LAPORAN
PRAKTIKUM
MIKROTEKNIK
TUMBUHAN
PERCOBAAN
IV
PREPARAT
AKAR, BATANG, DAUN, DAN STOMATA TUMBUHAN DIKOTIL
NAMA : ST. RAFIKA S.ANGGRAINI J
NIM :
H411 15 005
KELOMPOK : I (SATU)
HARI/TGL. PERCOBAAN : JUM’AT/17 MARET 2017
ASISTEN :
SARTIKA SARI
LABORATORIUM
BOTANI
DEPARTEMEN
BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2017